Di sekolah, khususnya di PAUD atau SD sosok guru adalah sosok yang paling menjadi sorotan bagi siswa. Siswa bisa menganggap guru sebagai pemberi ilmu, teladan, sahabat, idola, dan lainnya. Guru memiliki kekuatan dalam mengubah siswa ketika mereka berada di sekolah. Dampak perkataan guru terhadap mental siswa Haim G. Ginott, seorang psikolog dan pendidik, mengungkapkan: "Saya telah menyimpulkan bahwa pentingnya kata-kata yang diucapkan guru kepada siswa tidak dapat diremehkan. Kata-kata dapat membawa kehancuran atau penyembuhan. Kata-kata dapat menghancurkan semangat atau membangkitkannya." Guru memiliki “power” untuk mengubah siswa, dari segi keterampilan, kecerdasan, dan dan karakternya. Itulah mengapa guru perlu berhati-hati dalam berkata-kata. Karena kata-kata yang diucapkan guru kepada siswa, baik secara akumulatif, apalagi kata-kata yang langsung merujuk pada seorang siswa, bisa membawa dampak yang besar bagi mental siswa. Haim G. Ginott menyebut bahwa kata-kata guru bisa “membawa kehancuran” atau “penyembuhan”, “menghancurkan semangat: atau “membangkitkannya”. Baca juga: Menanamkan 22 KEBIASAAN POSITIF pada Anak 1-2 TAHUN dengan Cara Menyenangkan Label negatif dari guru dan dampaknya bagi siswa Memberikan label negatif kepada seorang siswa juga bisa membawa dampak negatif bagi perkembangan mental siswa tersebut. Misalnya, saat seorang guru memberikan label “susah diatur” kepada seorang siswa. Berikut ini beberapa dampak negatifnya: Menumbuhkan bibit bullying: Teman-teman sekelas berpeluang untuk menyebut atau memperlakukan siswa tersebut sesuai dengan label negatif yang diberikan gurunya. Siswa lain bisa ikut mengucilkan atau mengejek siswa tersebut. Menurunkan kepercayaan diri: Siswa selalu merasa atau berpikir bahwa label gurunya adalah benar dan sulit diubah. Ia juga mungkin berpikir bahwa gurunya bisa membantunya agar bisa membuktikan bahwa label negatif tersebut bisa hilang. Namun, bila guru mengulang-ulang label negatif tersebut, siswa bisa tersugesti bahwa ia akan sulit berubah. Hal ini bisa berdampak pada menurunnya kepercayaan diri siswa tersebut. Efek Pygmalion (Self-Fulfilling Prophecy): James Rhem, menyatakan: "If a teacher believes a student can't achieve much, isn't very bright, they may tend to teach simpler things and create an atmosphere of failure." Keyakinan negatif guru terhadap kemampuan siswa, dapat menciptakan lingkungan yang kurang mendukung perkembangan siswa ke arah positif. Siswa bisa mengalami penurunan motivasi dalam mencapai hal yang positif lainnya. Padahal, ada banyak potensi, keterampilan, dan karakter siswa yang bisa dikembangkan. Satu kesalahan yang seorang siswa lakukan dan label yang disematkan oleh seorang guru karena kesalahan tersebut, bisa menurunkan semangat siswa dalam mencapai hal positif lainnya. Merusak hubungan baik guru dan siswa: Siswa yang mendapatkan label negatif cenderung akan menghindari dan bersikap lebih tertutup. Terkadang siswa menjadi kurang respek terhadap guru tersebut. Tentu saja, hal ini bisa berdampak negatif pada prestasi akademis siswa. Menghambat pertumbuhan sosio-emosional siswa: Siswa bisa tumbuh menjadi pribadi yang rendah diri, serta kurang percaya diri. Apalagi, saat siswa lain mulai meremehkan, baik secara verbal maupun secara non verbal / perilaku (memandang secara sinis atau menertawakan). Baca juga: Inilah 7 Tips agar Anak Bisa Selalu Berpikir Positif Merespon perilaku negatif siswa secara positif dan bijaksana Jasper Fox, Sr. seorang pendidik, mengatakan: "Putting your students' emotional needs first is important because without feeling safe and understood, no instructional strategy will be effective." Kutipan di atas akan menjadi dasar dari langkah positif dan bijaksana yang perlu diambil oleh guru. Berikut ini adalah beberapa langkah tersebut: Terapkan pendekatan positifAjak siswa yang berperilaku negatif berbicara empat mata. Pahami karakter dan kebutuhannya. Setelah, itu berfokuslah memberikan nasihat dengan berfokus pada perilaku negatif yang siswa lakukan. Mungkin siswa akan melakukan kesalahan yang sama. Jangan lelah untuk terus mengingatkan tanpa ada embel-embel label negatif. Hindari hukumanJadikan konsekuensi edukatif sebagai hal yang perlu ia lakukan saat siswa membuat kesalahan (terutama yang dilakukan berulang-ulang). Misalnya dengan meminta siswa untuk berdiskusi empat mata atau mengajak siswa membuat surat kesepakatan untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama. Mengalihkan perhatianSaat Anda dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk menyelesaikan persoalan atau memberikan nasihat saat itu juga, Anda bisa mengalihkan perhatian siswa. Selanjutnya, Anda bisa mengajak siswa mendiskusikan bersama tentang kesalahan yang dilakukan dalam lingkup kelas (tanpa menunjuk si “A” yang berbuat salah). Anda bisa mengajak siswa berdiskusi, dengan mengatakan, “Tadi saya melihat ada beberapa siswa yang sibuk bermain sendiri saat guru menjelaskan”. Jadilah teladanJaga kata-kata dan perilaku Anda sebagai guru. Hal ini akan berdampak besar bagi cara siswa berkata-kata dan berperilaku dalam keseharian di sekolah. Berikan motivasi, apresiasi, dan inspirasiSeorang guru harus yakin bahwa setiap hari siswa akan berkembang menjadi lebih baik. Temukan perkembangan positif dari setiap siswa, bukan hanya menilai berdasar kesalahan yang dibuat siswa. Berikan apresiasi dan motivasi agar tetap semangat belajar dan berubah menjadi lebih baik.Sedangkan inspirasi bisa diberikan dengan menceritakan perkembangan positif siswa, atau memberikan inspirasi lewat dongeng / video cerita animasi (khususnya tentang cara mengatasi masalah dan memperbaiki kesalahan). . Pentingnya kerja sama dengan orang tuaAjak orang tua berdiskusi. Saat berdiskusi, pastikan Anda siap dengan perkembangan positif siswa dan baru kemudian menceritakan hal-hal yang masih perlu dikembangkan agar menjadi lebih baik. Pastikan perbanyak kata-kata positif selama berdiskusi dengan orang tua. Baca juga: Sikap Bijak Orang Tua Saat Anak Berbuat Salah "I've come to the frightening conclusion that I am the decisive element in the classroom... As a teacher, I possess a tremendous power to make a child's life miserable or joyous." - Haim G. Ginott, psikolog dan pendidik Guru PAUD & SD sahabat Educa, apakah kita ingin membuat hari-hari siswa penuh kegembiraan? Atau kesedihan? Semua kembali pada diri kita. Mari jadikan sekolah sebagai lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi semua siswa agar dapat tumbuh menjadi lebih baik dengan kata-kata positif, apresiatif, dan motivatif. Media Pembangun Karakter si Kecil: Cerita Anak Interaktif - RIRI Sumber referensi: Ginott, Haim G. (1972). Teacher and child: A book for parents and teachers [1] Rhem. James. (2017). Pygmalion in the classroom [2] Fox, Sr. Jasper. (2023). Connection precedes learning and self regulation [3] Ginott, Haim G. (1972). Teacher and child: a book for parents and teachers [4]
Contoh pidato ini bisa digunakan pada saat upacara bendera, pertemuan dengan orang tua atau wali murid, acara seminar, dan acara lainnya, terutama dalam memperingati hari kesehatan mental sedunia, yang jatuh pada tanggal 10 Oktober 2024. LKA Gratis: Dari Educa Studio untuk Anak Indonesia Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan. Yang saya hormati, Bapak dan Ibu orang tua murid dan rekan guru, serta seluruh keluarga besar PAUD yang hadir pada hari ini. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kebahagiaan, damai, kesehatan, dan kesempatan yang diberikan Tuhan kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul di sini pada peringatan Hari Kesehatan Mental 2024 ini. Artikel Terkait:- KESEHATAN MENTAL GEN ALPHA: Apa Saja Gangguan dan Penyebabnya? Mengapa Perlu Dijaga? Bagaimana Menjaganya?- Tips MENGUATKAN MENTAL dan Kepercayaan Diri Si Kecil SEBELUM MASUK SD | Latihan TRANSISI PAUD - SD yang Menyenangkan Pada kesempatan yang istimewa ini, saya ingin menyampaikan betapa pentingnya menjaga kesehatan mental, tidak hanya bagi kita sebagai orang dewasa, tetapi juga bagi anak-anak usia dini. Anak-anak kita, sebagai generasi penerus bangsa, yang sedang berada dalam perkembangan golden age, sangat membutuhkan perhatian khusus agar dapat tumbuh dengan sehat secara fisik, emosional, dan mental. Berbicara mengenai kesehatan mental, tentu saja hal ini tidak hanya segala sesuatu yang berhubungan dengan gangguan atau masalah mental. Namun, kesehatan mental sangat erat hubungannya dengan suka cita hati, kedamaian hati, serta kenyamanan yang anak-anak rasakan. Baca juga: 5 Tips untuk Memperkuat Kesehatan Mental Anak Bila anak-anak merasa nyaman dengan diri mereka sendiri, saat berada di lingkungan rumah, masyarakat, dan sekolah, tentu saja mereka akan semakin mampu mengatasi setiap tantangan dan persoalan yang dihadapi dalam hidup sehari-hari. Mereka akan memiliki kehidupan sosial yang baik, dan perkembangan keterampilan, karakter, dan kecerdasan yang semakin optimal. Anak-anak belajar dari setiap pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Segala sesuatu yang dilihat, didengar, dan rasakan, dimanapun mereka berada, akan sangat mempengaruhi perkembangan mereka. Sebagai pendidik, kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan dukungan dan bimbingan agar perkembangan emosional anak-anak bisa tumbuh secara maksimal. Untuk mencapai semua itu, tentu saja sangat dibutuhkan sinergi yang baik antara pihak sekolah dan orang tua. Baca juga: Menjadi Guru yang Hebat demi Menguatkan Mental Anak Didik Walaupun guru dan orang tua mendidik dan membimbing anak di tempat yang berbeda, tapi ada persamaan pola didik dan pola asuh baik di rumah maupun di sekolah. Beberapa diantaranya adalah: Yang pertama, memberikan perhatian dan kasih sayang. Anak-anak sangat membutuhkan kenyamanan yang berasal dari orang-orang terdekat, sesuai dengan lingkungan atau tempat dimana mereka berada. Perhatian dan kasih sayang bisa memberikan rasa aman, nyaman, dan damai di hati mereka. Sehingga mereka bisa berkembang maksimal, dan jauh dari rasa khawatir, perasaan kurang perhatian, kesepian, dan lainnya. RIRI (Cerita Anak Interaktif): Koleksi Dongeng Anak Edukatif dan Ramah Anak, DIJAMIN Yang kedua, memberikan kesempatan pada anak untuk berekspresi.Sebagai orang yang lebih dewasa, tentu baik orang tua maupun guru, perlu memahami apa yang anak rasakan, anak pikirkan, dan segala tantangan yang sedang mereka hadapi. Kita harus berusaha memberikan waktu untuk mendengarkan segala “uneg-uneg” dan hal-hal yang sedang dirasakan, baik rasa gembira ataupun saat sedang sedih. Yang ketiga, memberikan ruang pada anak untuk berkembang.Ada banyak hiburan-hiburan yang menyenangkan di luar sana. Namun, tidak semua hiburan bisa memberikan kontribusi dan dampak yang positif bagi perkembangan yang anak. Baik orang tua maupun guru, perlu bekerja sama agar anak bisa memiliki ruang atau lingkungan yang positif, yang bisa menjadi sarana mengembangkan diri dari segala aspek kecerdasan, termasuk karakter anak. Kita bersyukur, di sekolah, anak-anak memiliki kesempatan untuk melakukan aneka kegiatan positif, baik di saat jam pelajaran sekolah, maupun saat kegiatan ekstra kurikuler. Baca juga: Inilah Beberapa Persiapan Fisik dan Mental Sebelum Anak Bergabung di PAUD Yang keempat, menjadi teladan.Guru dan orang tua perlu menjadi contoh yang baik bagi anak. Memang bukan hal yang mudah. Kita menyadari bahwa kita semua pasti memiliki kelemahan. Namun, bersama anak-anak, kita diajak untuk terus belajar menjadi pribadi yang baik. Sehingga anak semakin mampu meneladani perkataan dan perbuatan kita sehari-hari. Bapak dan Ibu yang kami hormati, marilah kita bersinergi, sebagai guru dan orang tua, dalam menciptakan masa depan yang gemilang bagi anak-anak.Semoga dengan memperhatikan kesehatan mental anak sejak dini, kita bisa membentuk anak menjadi pribadi yang baik, gembira, cerdas, dan mampu bertumbuh secara optimal dalam segala aspek kecerdasan serta keterampilan. Dalam peringatan Hari Kesehatan Mental, yang jatuh pada tanggal 10 Oktober 2024 ini, kita semakin memperhatikan dan kian peduli dengan pentingnya menjaga kesehatan mental. Marilah kita mulai dari menjaga kesehatan mental kita, secara pribadi lepas pribadi. Sehingga dengan kegembiraan dan kedamaian hati yang kita rasakan, anak-anak juga akan merasakan hal yang sama. Semoga kehadiran kita, mampu memberikan kegembiraan dan pemulihan dari setiap rasa kecewa, rasa sedih, rasa bosan, dan perasaan kurang baik lainnya. Semoga kehadiran kita lebih bermakna dan lebih ditunggu anak-anak, daripada handphone, yang tentu saja bisa menjadi sarana hiburan bagi anak-anak. Karena perhatian dan kasih sayang yang kita berikan, lebih bermakna dari apapun juga. Sekian beberapa hal yang bisa saya utarakan hari ini. Terima kasih atas perhatian Bapak dan Ibu sekalian. Semoga Tuhan selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan bagi kita semua. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semua. Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan. Sumber Referensi: 1. Wmhdofficial.com. (2024). [1] 2. Mentalhealth.org.uk. (2023). Public engagement world mental health day [2] 3. Freepik.com. (2023). Portrait young muslim woman yellow [3]